Mengenal istilah PSBB, karantina wilayah, dan ‘lockdown’
Gubernur Jakarta Anies Baswedan baru-baru ini meminta warga ibukota untuk tetap tinggal di rumah selama 14 hari ke depan atau yang disebut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna memutus penyebaran penyakit COVID-19. Jakarta merupakan provinsi pertama yang menerapkan lockdown sebagian atau partial lockdown setelah permintaanya dikabulkan Kementerian Kesehatan.
“Tujuan kami bukanlah untuk meminta agar masyarakat tinggal di rumah, melainkan untuk menyelamatkan nyawa kita, nyawa keluarga kita, tetangga kita, kolega kita, dan mengecek persebaran virus ini,” ujar Anies.
Semua perusahaan juga diminta untuk menghentikan kegiatan mereka di kantor dan semua pegawai diharuskan untuk bekerja dari rumah.
Beberapa kantor yang masih diizinkan untuk berkegiatan adalah kantor pemerintahan, organisasi diplomatik dan internasional, dan juga badan usaha milik negara (BUMN) serta badan usaha milik daerah (BUMN).
Sektor bisnis yang masih diperbolehkan untuk beroperasi adalah sektor kesehatan, suplai makanan, energi, komunikasi dan informatika, keuangan, logistik, konstruksi, industri strategis, dan penyedia kebutuhan primer.
Seperti di Thailand, restoran tetap diperbolehkan untuk beroperasi, tetapi tidak untuk makan di tempat (bawa pulang saja).
Warga juga hanya diperbolehkan untuk berkendaraan untuk kebutuhan-kebutuhan pokok dan diwajibkan untuk mengenakan masker saat berada di luar rumah. Warga dilarang berkumpul di tempat umum lebih dari lima orang.
Pelanggar PSBB diancam hukuman maksimal satu tahun penjara dan denda Rp100 juta.
PSBB dan lockdown
Apabila teman-teman membaca berita asing tentang Indonesia, barangkali istilah yang akan didengar bukanlah PSBB melainkan lockdown. Secara umum, lockdown adalah sebuah protokol darurat yang melarang orang-orang atau informasi untuk meninggalkan area tertentu.
PSBB, dalam pengertian bahasa Inggris, merupakan salah satu bentuk lockdown atau karantina wilayah. Namun, bentuk lockdown ini lebih memfokuskan kepada pembatasan pergerakan warga supaya persebaran penyakit dapat ditekan. Sektor-sektor pokok tetap beroperasi dan warga tetap boleh keluar untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Contoh-contoh lockdown lain
Menyusul serangan teroris pada September 11, 2001, Amerika Serikat memberlakukan lockdown untuk penerbangan sipil mereka selama tiga hari.
Pada 2008, menyusul adanya ancaman serangan terhadap Universitas British Columbia di Kanada, kepolisian setempat memberlakukan lockdown terhadap salah satu gedung kampus selama enam jam, menutup akses terhadap area tersebut, mengirim aparat untuk mengepung kampus, mengirim peringatan melalui surel kepada semua anggota kampus, dan melarang murid dan staf kampus yang berada di dalam gedung tersebut untuk meninggalkan area itu.
Pada 2013, seluruh kota Boston di AS mengalami lockdown dan semua transportasi publik ditutup ketika aparat berusaha menangkap teroris Dzhokhar dan Tamerlan Tsarnaev, tersangka pengeboman lomba maraton Boston.
Tidak perlu khawatir
Beberapa pejabat publik—baik di Indonesia maupun negara-negara lain—memiliki kekhawatiran dengan penggunaan kata lockdown. Istilah ini dianggap memicu ketakutan warga. Kekhawatiran ini menyusul praktek lockdown di Hubei, Tiongkok, di mana terjadi pengecekan dari rumah ke rumah untuk mencari warga yang terjangkit penyakit Covid-19.
Di Indonesia, dalam hal ini Jakarta sebagai kota pertama yang memberlakukannya, kita mengenalnya dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tidak perlu khawatir apabila kita membaca berita asing dan menemukan istilah lockdown. Sebab, lockdown yang dimaksud untuk menekan persebaran penyakit Covid-19 di Indonesia ini lebih menekankan kepada pembatasan interaksi sosial.
Comments